Kemampuan
literasi anak-anak Indonesia pada masa kini kian memprihatinkan. Di tengah
masifnya penggunaan gawai, dibutuh kegiatan menarik yang mampu menimbulkan
kecintaan anak pada buku sejak usia dini.
Hal itu disampaikan
Kepala Subdirektorat Diplomasi Budaya Dalam Negeri Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Triana Wulandari kepada pers terkait penyelenggaraan Indonesia
International Book Fair (IIBF) 2016 di Jakarta, Selasa (15/3). Seperti dilarsir
dari Kompas
Maraknya penggunaan gawai
dengan tampilan yang dinamis membuat anak lebih tergoda untuk mengakses beragam
aplikasi ketimbang membaca buku. "Saatnya mendorong teman-teman
menggiatkan literasi bagi anak- anak," kata Triana.
Ia menambahkan,
pengenalan buku sejak dini mampu membangun budi pekerti dan kemampuan transfer
ilmu dan pengetahuan pada anak.
Ikatan Penerbit
Indonesia (Ikapi) berencana menyelenggarakan kembali IIBF di Jakarta Convention
Center pada 28 September hingga 2 Oktober 2016. Selain penerbit buku nasional
dan pegiat literasi terkait, sejumlah penerbit dari 12 negara tahun ini
diundang untuk menyemarakkan acara tersebut.
Panitia juga
menyelenggarakan Wisata Literasi bagi anak- anak dalam kriteria usia TK dan SD.
Kegiatan yang diadakan selama lima hari itu antara lain perkenalan buku,
mengenal penulis buku, dan mendengar dongeng. Tujuan rekreasi itu adalah
memperkenalkan bahan bacaan dan kekayaan literatur kepada anak-anak.
Bendahara Umum Ikapi
Kuslistyarini menambahkan, 1.000 murid TK dan SD ikut dalam IIBF tahun sebelumnya.
Selain mengenalkan buku cetak kepada anak-anak, panitia juga akan
memperkenalkan buku digital. "Antusiasme mereka (anak- anak) tinggi tahun
lalu. Kami juga berharap pikiran imajinatif anak makin berkembang (setelah
mengikuti acara)," lanjutnya.
Pendiri Komunitas
Penulis Bacaan Anak, Benny Rhamdani, mendukung kegiatan literasi anak yang
diselenggarakan pada IIBF. Ia menuturkan, anak-anak sedini mungkin bahagia saat
memegang dan membaca buku. Faktor lingkungan sekitar dan pendampingan orangtua
juga memengaruhi perkembangan literasi anak.
Benny menjelaskan,
produksi buku anak yang tidak sesuai usia menjadikan mereka tak memiliki bacaan
berdasarkan kemampuannya. "Buku yang dicetak cenderung tebal dan
didominasi teks. Padahal, anak-anak juga butuh bacaan tipis dengan banyak
gambar dan kalimat sederhana sesuai usianya," ucapnya.
0 komentar :
Posting Komentar