Oleh: Ahmad Fairozi*
Mengacu
pada pernyataan tesis yang disampaikan oleh sahabat Tirmidi, yakni Kaderisasi
PMII dari sudut pandang Al-Fatihah, Elan Vital Ber-PMII. Merenungkan apa yang
telah kita alami dalam tahapan MAPABA, PKD, dan PKL yang dilakukan oleh PMII,
menemukan bahwa elan vital ber-PMII terletak pada usaha terus menerus untuk
melakukan dialektika antara rumusan NDP dan sistem pengkaderan. Artinya, bila
masih terdapat sesosok atau beberapa orang yang senantiasa melakukan dialektika
di dua domain ini, maka PMII tidak akan pernah kehilangan elan vitalnya di
sepanjang zaman. Sebaliknya, bila sampai terjai krisis ketersediaan orang yang
bersedia melakukan dialektika pada kedua domain itu, maka tidak akan lama lagi
PMII akan tutup dan selanjutnya hanya akan menjadi fosil-fosil pergerakkan
mahasiswa yang anteng di etalase-etalase ruang museum. (Tirmidi dalam Hitam Putih PMII; Refleksi Arah Juang Organisasi, 2014:
166).
Seperti
yang penulis ungkapkan dalam artikel sebelumnya, (baca: Urgensi Laboratorium
Kaderisasi Terhadap Pembentukan Kader), merupakan bagian dari sebuah rangkaian
yang harus segera diterjemahkan menjadi lebih sederhana. Sebagai tawaran
konkret, konsep laboratorium kaderisasi sebagai sebuah sub domain regional
(yang bersifat khusus) tak lain adalah untuk menunjang pemahaman anggota maupun
kader terhadap pola kaderisasi secara masif.
Kaderisasi
yang pada dasarnya adalah dinamis, atau cenderung menyesuaikan zaman, maka menurut
penulis, konsep laboratorium kaderisasi adalah sebuah jawaban atas kondisi yang
demikian tersebut. agar supaya anggota maupun kader lebih mudah berinterkasi
dan memahami yang menjadi tujuan dan nilai-nilai dasar pergerakan PMII.
Disamping itu, cara paling mudah untuk berkomunikasi dan bersosialisasi salah
satunya dengan konsep laboratorium kaderisasi.
Selama
ini, kelemahan sebuah organisasi salah satunya terletak pada pola komunikasi
itu dijalankan. Sebagai contoh; seberapa banyak anggota baru, atau kader non
struktural di Rayon maupun Komisariat mengetahui segala informasi yang hendak
atau akan dilakukan kedepan? Banyak dari anggota maupun kader yang tidak tahu
menahu tentang adanya informasi yang disampaikan, katakanlah datangnya
informasi tersebut dari Pengurus Cabang misalkan. Artinya, ada rangkaian pola
komunikasi yang putus dalam sosialisasi yang diterapkan.
Penulis
akan sedikit bercerita tengtang kejadian yang pernah dialami. Pada saat menjadi
Pengurus Cabang, penulis menyampaikan informasi baik kepada Pengurus Komisariat
maupun Rayon di bawah koordinasi Pengurus Cabang waktu itu, adalah sosialisasi
tentang pembuatan Kartu Tanda Anggota (KTA) PMII. Banyak dari anggota maupun
kader yang notabene berada di luar struktural maupun yang berada di struktural
PMII, baik Pengurus Komisariat maupun Pengurus Rayon banyak yang belum
mengetahui akan adanya sosialisasi pembuatan KTA tersebut.
Sangat
disayangkan hal yang demikian terjadi, penulis yang pada waktu itu menjadi
pengurus cabang melakukan pengecekan atau survei terhadap beberapa anggota
maupun kader, baik yang berada pada jajaran struktural maupun non struktural. Hasilnya,
informasi tersebut banyak diantara yang penulis survei mengatakan tidak
mengetahui adanya sosialisasi pembuatan KTA tersebut. Setelah mendapatkan hasil
dari survei, penulis pada waktu itu melakukan klarifikasi terhadap pengurus
struktural, yang intinya meminta penjelasan mengapa informasi tersebut belum
banyak diketahui oleh anggota maupun kader? Jawabannya bervariasi, ada yang
mengatakan masih belum sempat sosialisasi, liburan tengah smester, dan bahkan
surat sosialisasinya hilang.
Namun
hal demikian masih saja sering terjadi dan sangat lumrah dilakukan. Dengan
adanya sebuah contoh permasalahan yang pernah terjadi, maka penulis sangat
berharap bahwa konsep laboratorium kaderisasi ini mampu menjadi sebuah solusi
konkret untuk mengatasi hal-hal yang demikian tersebut. agar,
kesalahan-kesalahan atau lemahnya pola komunikasi kelembagaan maupun personal
dapat sedikit teratasi dengan baik.
Pola
komunikasi yang buruk akan mengakibatkan molornya sebuah perencanaan yang baik
menjadi buruk pula. Jadi, dengan adanya contoh kasus diatas, maka semestinya sangat
relevan jika penerapan solusi konkret berupa laboratorium kaderisasi
diterapkan. Konsep tersebut adalah bagian dari elan vital ber-PMII seperti yang
telah penulis kutip diatas, semoga dapat menginspirasi dan segera mungkin
diterapkan sebagai bagian dari solusi sistem kaderisasi PMII.
Selain
itu, laboratorium kaderisasi juga dapat menjadi lahan pengkajian sistem kaderisasi
yang sesuai dengan domain regional masing-masing kampus maupun fakultas sebagai
lahan kajian fakultatifnya. Maka dengan demikian, sistem kaderisasi yang
dilakukan sebagai lahan penunjang terhadap keberhasilan kaderisasi mampu di
tingkatkan sesuai dengan zaman dan periodenya masing-masing.
*)Lahir di
Sumenep, menjadi kader PMII sejak 2009, suka menulis dan membaca, sekarang
tinggal di Kota Batu.
Dilansir dari: www.kompasiana.com/fairoziahmad
0 komentar :
Posting Komentar