Oleh: Ahmad
Fairozi*
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu eksponen pembaharu bangsa
dan pengemban misi intelektual yang berkewajiban dan bertangung jawab mengemban
komitmen keislaman dan keindonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat
manusia serta membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan
keterbelakangan, baik spritual maupun material dalam segala bentuk.
PMII hadir
sebagai jawaban atas kekacauan kondisi sosial, politik dan agama yang mengalami
krisis di Indonesia. Dengan demikian, PMII dituntut selalu berinovasi sesuai
dengan perkembangan zaman. Dimana PMII ada, disitulah PMII menjadi bagian
takterpisahkan dengan kebutuhan akan perbaikan moralitas kehidupan masyarakat
dan jembatan pembela bangsa serta menegakkan agama.
Sebagai
entitas mahasiswa islam Indonesia, PMII mengembangkan visi keislaman dan
kebangsaan. Dengan demikian, PMII bertekad memegang teguh ajaran Islam
Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Ajaran Islam aswaja selalu menjadi pedoman dalam
bersikap dan berperilaku untuk menegakkan agama. Begitupun sebaliknya, Pancasila
sebagai asas, mengukuhkan bahwa dasar bergerak kita tidak pernah lepas dari
kecintaan kita terhadap tanah air.
Dengan instrumen perubahan sosial, sudah semestinya
partisipatif dalam memberikan ide maupun gagasannya dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Selain itu, wacana keislaman dan gerakan yang menegaskan bahwa
PMII adalah barisasn intelektual muda, menjadi kesatuan tak terpisahkan yang
perlu dirawat dan dibudayakan, karena untuk itulah PMII dilahirkan.
Struktural
PMII harus mampu melihat dan peka terhadap keadaan kekinian. Karena kondisi
PMII pada zaman baru berdiri dengan masa sekarang amat sangat jauh berbeda.
Pada awal berdirinya, PMII merupakan sebuah jawaban atas carut marutnya kondisi
sosial, politik dan agama. Namun, kini PMII harus hadir melebihi kondisi dimana
awal PMII didirikan dan menjawab tantangan zaman yang semakin global dan
komplit.
Inovasi dalam
berorganisasi sangat diperlukan, karena organisasi secara terus-menerus
melakukan pengkaderan terhadap generasi-generasi PMII berikutnya. Maka,
diperlukan strategi dalam melakukan sebuah inovasi secara berkelanjutan
tersebut. Hal demikian akan memudahkan kita dalam melihat realitas kekinian
dengan perkembangan zaman yang juga menuntut kita untuk berubah dari cara lama
tanpa menghilangkan esensi serta budaya kita.
Melihat
parameter diatas, struktural PMII harus mencari strategi yang tepat sasaran
dengan harapan dapat menciptakan atmosfir kaderisasi yang berguna dalam proses
pengkaderannya serta mampu mengubah dan mempengaruhi kepribadian kader kelak.
Strategi tersebut tidak lepas dari pimpinan struktural PMII itu sendiri, dimana
pimpinan mempunyai peran vital dalam menumbuhkembangkan serta mengatur masa
depan organisasinya dengan segudang ekspektasi yang hendak dicapai, karena
pemimpinlah yang paling bertanggung jawab dalam suksesi peran tersebut.
Laboratorium Kaderisasi
Secara
definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), laboratorium adalah tempat
atau kamar tertentu yang dilengkapi dengan peralatan untuk mengadakan
percobaan, penyelidikan dan sebagainya. Sedangkan kaderisasi merupakan usaha
pembentukan seorang kader secara terstruktur dalam organisasi dengan silabus
tertentu. Jadi, laboratorium kaderisasi adalah tempat yang secara khusus
disediakan untuk membentuk seorang kader dengan berbagai macam silabus
penunjang secara terstruktur.
Menarik
dikembangkan sebagai jawaban atas tuntutan zaman sebagai upaya inovasi dalam berorganisasi
di PMII. Sederhana, sebagai penunjang untuk membentuk karakter kader yang
tingkat kompetensinya sangat bervariasi. Upaya ini menjadi solusi konkret yang
dapat diterapkan dalam proses kaderisasi dalam sebuah organisasi untuk mencapai
cita-cita dan tujuan organisasi.
Selama ini,
kita cendrung mengabaikan hal-hal yang sepele, namun, jarang mencoba inovasi baru
dalam melakukan pengkaderan yang efektif dalam rangka mencapai sebuah tujuan
bersama. Penanaman nilai-nilai dasar dalam berorganisasi terkadang abai
dilakukan, dan hanya menjadi sekedar momentum yang sangat jarang dilakukan dan
bahkan untuk kita sadari bersama.
Contoh
kecilnya adalah, tidak sepemahaman terhadap sesuatu yang sangat teknis.
Misalnya dalam surat-menyurat berdasarkan aturan yang ada, kita terkadang
selalu salah dalam membuat format yang secara jelas telah diatur dalam
konstitusi kita. Sangat sepele, tetapi surat-menyurat adalah bagian dari marwah
organisasi kita sebagai sebuah identitas yang tidak patut kita sepelekan.
Selanjutnya,
bagaimana kita akan mencapai tujuan dalam berorganisasi, jika kita tidak paham
terhadap tujuan organisasi kita?. Tidak sedikit jumlah kader PMII yang masih
belum mengerti tentang tujuan organisasinya. Padahal, sekali lagi saya
sampaikan, bahwa spirit dalam berjuang untuk menjadi pribadi dan kader PMII
bukan hanya sekedar hafal terhadap tujuan, melainkan paham dan menerapkannya
dalam kehidupan kita sebagai bagian dari ekponen organisasi.
Dua contoh
diatas merupakan hal yang sering kita anggap sepele selama ini. Kembali pada
pernyataan di awal, bahwa kita terkadang terlalu menyepelekan sesuatu tanpa
pernah kita tafsirkan secara mendasar. Berorganisasi tidak hanya cukup dengan kata
loyal, lebih dari itu, kita harus menjadi pribadi atau kader yang mempu
menerjemahkan PMII secara keseluruhan, hal mendasar seperti contoh diatas
terkadang kita abai, bagaimana dengan hal-hal lainnya? dimungkinkan juga
demikian.
Konsep
laboratorium kaderisasi tidak hanya terbatasi oleh hal-hal seperti contoh
diatas. Itu adalah bagian dari sebuah rangkaian yang harus segera diterjemahkan
menjadi lebih sederhana. Terkadang, kita sulit memahami, karena kita sadari,
bahwa cara berpikir kita dalam melihat dan menafsirkan sesuatu berbeda-beda.
Nah, disinilah konsep laboratorium kaderisasi diperlukan, sebagai penerjemah
atas kemungkinan tafsir terhadap sesuatu yang umum menjadi khusus yang mampu
dicerna oleh seluruh kader PMII.
Struktural
PMII sudah hampir secara keseluruhan didukung oleh kantor atau sekretariat
sebagai sarana berkumpul, berdiskusi dan belajar bersama, jangan biarkan kantor
atau sekretariat tersebut hanya dipenuhi oleh sarang laba-laba saja, tapi
penuhilah dengan diagram alir, poster atau yang sejenisnya, untuk menerjemahkan
hal-hal umum tadi menjadi khusus yang mudah dicerna oleh siapa pun. Hal
tersebut akan ikut membantu terhadap pembentukan kader dan merangsang pola
berpikir kader yang luas nantinya.
Jika
diterapkan, saya rasa hal tersebut lebih efektif dari hanya sekedar diskusi
tentang suatu hal, namun hanya dilakukan sekali saja dan tidak berkelanjutan.
Karena semakin kita sering melihat dan berinteraksi dengan sesuatu secara
terus-menerus, kita secara tidak langsung telah melihatnya untuk direkam dalam
pikiran kita melalui imajinasi kita. Karena menurut Jean-paul Sartre, Imajinasi
sebagai kemampuan untuk memikirkan apa yang tidak ada.
*)Lahir di
Sumenep, menjadi kader PMII sejak 2009, suka menulis dan membaca, sekarang
tinggal di Kota Batu.
Dilansir dari: www.kompasiana.com/fairoziahmad
0 komentar :
Posting Komentar