Pelukan Terakhir Ayah...


Ketika matahari perlahan bersinar, mengufuk ditimur dengan sinarnya dalam setiap celah-celah embun pada pagi itu. Aku mulai terbangun dengan hangatnya surya di saat itu, hatiku pun merasa begitu damai ketika berada dalam pelukan Ayah saat itu.

Aku adalah anak pertama dalam keluarga dan satu-satunya harapan Ayahku. Ayah dan ibu ku sudah lama berpisah dan aku hanya tinggal berdua bersama ayahku. Keluargaku adalah keluarga yang sederhana. Ayah bekerja sebagai pegawai disalah satu pabrik di dekat rumahku. Dia yang selalu membanting tulang demi membiayakan sekolah dan kehidupanku sampai saat ini.

Pagi itu aku berangkat ke sekolah, aku duduk di kelas 3 SMA yang sebentar lagi akan menghadapi ujian untuk kelulusan. Aku selalu berangkat bersama ayahku ke sekolah  karena sekolahku dengan tempat kerja ayahku searah, kunikmati setiap langkah-langkah perjalananku bersama ayahku. 

Aku begitu bahagia ketika aku bisa bergandeng tangan bersama ayah, kadang hatiku ingin selalu menangis takut jika aku tak dapat lagi menggenggam tangan ayahku kembali dan tak dapat menjejakkan bekas disetiap langkah.

Aku diponis penyakit kanker otak yang masih pada stadium 2. Setiap malam aku merasa tersiksa dengan penyakitku ini , tapi ayah selalu mengingatkan ku bahwa “sebenarnya penyakit yang diberikan Tuhan kepadaku hanya untuk mengikis dosa-dosa kecilku”.Itu kata-kata yang selalu diutarakn oleh ayah kepadaku. Semenjak itu aku berhenti untuk mengeluh tentang penyakitku ini.

Setiap hari-hari yang ku lewati sangat begitu sulit, aku tidak bisa melakukan kegiatan yang seperti teman-temanku lakukan bahkan untuk membantu kondisi ekonomi keluargaku pun aku ta bisa.

Ayah selalu memarahiku jika aku ingin mencari kerja sampingan. Suatu hari aku melamar kerja di suatu toko bangunan dan alhamdulillah aku diterima pada hari itu juga, aku memulai bekerja dengan hati yang bergembira yang walupun jika ayah ku tau, dia pasti akan memarahiku. 

Tiba-tiba kepalaku sangat sakit saat aku mengangkat salah satu barang yang dipesan oleh pembeli dan tak sengaja aku tersandung dengan sebuah kotak yang ada didepanku sehingga membuat kepala ku terbentur dengan meja didepanku, aku tak sadarkan diri saat itu.

Pemilik toko membawaku ke rumah sakit dan menghubungi kedua orang tuaku. Tak dapat aku bayangkan rasa khwatir yang dirasakan oleh ayahku saat mendengarkan kabarku.

Setalah 2 jam berlalu aku terbangun, yang pertama aku lihat saat aku membuka mata adalah ayah ku, ayahku kembali yang selalu menjadi orang pertama disetiap aku membuka mataku. Ayah langsung memeluk erat tubuhku .

Ya Allah, badan ku terasa sakit dan dada ku begitu terasa sesak, rasa tak sanggung kembali aku membuka mataku ini. Tapi bagaimanapun aku harus berjuang melawan penyakitku demi ayah yang selalu berjuang seorang diri.

Saat itu dokter meminta ayah ku untuk segera menyediakan uang untuk operasiku , yang jumlah nya sangat besar sekali.

Malam itu ketika hujan lebat sembari dengan petir yang begitu dahsyatnya, ayahku tak pantang menyerah dia mencari uang untuk operasiku pada malam hari itu juga, hujan dan petir tak dihiraukannya dia terus berjalan disetiap toko dan ruko-ruko disekitar Rumah sakit untuk meminta pinjaman uang.

Betapa berat rasa hati ayahku saat itu, Ya Allah bantu ayahku....
Setelah beberapa jam ayah ku berkeliling dengan bajunya yang sudah sangat basah, tak ada satupun yang dapat diharapkan. Ayah ku saat itu hanya memikirkan satu solusi terakhir yaitu dengan menjual rumah kami.

Ya Allah... aku sudah lelah, sudah tak sanggup dan tak ingin menyusahkan ayah ku kembali, aku ikhlas jika aku harus pergi, aku tidak ingin menjadi beban ayahku .

Tepat  pada pukul 11.47. Aku menyempatkan diri disisa waktu ku untuk menulis surat untuk ayahku.
Setelah aku menulis surat, tak lama kemudian ada sosok lelaki yang masuk dari pintu dengan baju yang kusut dan mata yang berkaca-kaca datang menghampiriku, lalu berkata ”Nak aku sudah mendapatkan uang untuk biaya operasimu, kamu akan sembuh nak dan dapat berkumpul kembali bersama keluarga kecil kita.” sambil memeluku dengan erat.

Mendengar ucapan ayah yang seperti itu hatiku semakin berat untuk meninggalkan Ayahku.
Betapa bersyukurnya aku memiliki seorang ayah seperti beliau dan ini pertama kalinya aku melihat air mata ayahku yang menetes pada lengan tanganku.

Tapi apa daya aku tak bisa melawan rasa sakit ini, “Ayah maafkan aku.” Hanya itu kata yang dapat aku ucapkan untuk yang terkahir kalinya.

Aku menghembuskan nafas terakhir dipelukan ayahku , Tuhan telah memanggilku untuk menghadap kepadaNya. Suara isak tangis pecah pada saat itu, lalu ibu datang memeluk ayah dan aku.

Ayah melihat secarik kertas yang ada di genggaman tanganku dan membacanya.
“Ayah... Maaf, mungkin selama ini aku banyak menyusahkanmu, aku kadang tidak mendengar segala perintah dan ocehanan mu ketika aku melalukan kesalahan, maaf aku belum bisa membahagiakanmu. Terimaksih selalu menemani disetiap langkah-langkahku. Terimaksih selalu menggenggam tanganku ku saat aku berjalan ataupun terjatuh dan terimakasih sudah menjadi satu-satunya lelaki terhebat dalam hidup ku. Jangan bersedih ayah, tetap lukiskan senyum mu di atas pelangi walupun tanpa kehadiranku dan tetaplah berjalan walaupun tak ada bayang langkahkuh.”

*) Dwinurasita Harini adalah salahsatu anggota PMII Rayon Nusantara, sekarang menempuh studi di Universitas Tribhuwana Tunggdewi Malang, Jurusan Ilmu Keperawatan
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

4 komentar :

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com