Gender dalam Analisis Kader Rayon Nusantara




Sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikontruksi secara sosial maupun cultural, misal perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, keibuan atau dikenal dengan nama keren baper. Sementara laki-laki kuat, rasional, jantan, dan perkasa.

Ciri dari sifat tersebut sebenarnya dapat ditukarkan. Perubahan sifat dan cirri itu bisa berubah dari waktu kewktu dari tempat ketempat. Misalnya suatu suku tertentu perempuan lebih kuat dari laki-laki, begitupun sebaliknya pada suku lain di tempat lain dan waktu yang berbeda. Atau berubah dari kelas masyarakat yang berbeda, misalnaya perempuan pedesaan lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki yang ada di perkotaan.(wulan, Konsep gender)

Perbedaan secara fisik anatara laki-laki dan perempuan bersifat relative atau tidak pasti bahwa perempuan tidak mampu melakukan pekerjaan berat, laki-laki juga banyak yang menyukai pekerjaan yang halus yang lembut.

Dalam kajian gender ada beberapa analisis gender dalam perspektif agama, ekonomi, hukum, sosial, politik maupun budaya oleh sahabat-sahabati Rayon Nusantara diantaranya sebagai berikut;

Gender dalam perspektif agama

Perempuan tidak bisa meminpin seorang laki-laki dalam hal keluarga, karena sudah jelas di surat an-nisa’:35. Jadi pelindung benteng utama yaitu tetap seorang laki-laki, gender sama bila ditinjau dari sudut awal ciptaannya dan pada saat perannya. Jadi gender dalam islam ini membedakan sesuai kontek kedudukannya. Ada beberapa pandangan dalan islam menurut kami tentang gender yaitu:

1.        Disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW. “bahwa kaum yang dipimpin seorang perempuan tidak akan bahagia yang tergantung pada laki-laki.
2.        Orang yang memuliakan perempuan adaalah orang mulia dan bagi yang menghinanya adalah orang yang tidak tau budi. (HR. Abu sah)
3.        Kaum laki-laki itu adalah sebagai peminpin (pelindung) bagi kaum perempuan (An-nisa’: 35).
4.        Islam menetapkan masing-masing dari suami istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya. Suami mencari nafkah, istri mendidik anak, memberikan kasih sayang. Jika perempuan meninggalkan kewajibannya berarti dia menyianyiakannya dan berdampak terpecahnya keluarga yang hakiki maupun maknawi.(Khataro Musyawarakatil Mar’ah Lir Rijaal Fil Maidanil Amal. Hal 5).
5.        Ditinjau dari sudut penciptaanya perempuan dan laki-laki adalah sama (setara) tidak membedakan.
6.        Ditinjau dari perannya perempuan dan laki-laki tetap berbeda.


Gender dalam perspektif Ekonomi
Gender di mata ekonomi banyak melihat keterbatasan kerja semisal dari segi:
  • Dari segi upah
  • Kinerja
  • Jaminan sosial
  • Perlindungan dan kesehatan
  • Keselamatan kerja
  • Hak memilih pekerjaan
Hal ini akan jauh ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan karena perempuan dipandang tidak bisa menjalankan seperti laki-laki. Sehingga semisal dari segi upah perempuan terkadang lebih murah dari pada laki-laki.

Namun seorang perempuan mempunyai hak untuk memilih pekerjaan yang layak dengan karir seorang perempuan.

Gender dalam perspektif hukum

Kesetaraan gender ketika dihubungkan dengan hukum, seperti didasarkan pada penjabaran pasal 1 UU no 23. tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan, yang mengenai kekerasan Rumah tangga bahwa “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang bersifat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, fisikologis termasuk ancaman untuk kelakuan perbuatan, pemaksaan secara perlawanan hukum dalam lingkup rumah tangga”.

Lingkup rumah tangga menurut pasal 2 UU No 23 tahun 2004 meliputi:
  1. Suami, istri dan anak
  2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan sebagaimana poin a karena hubungan darah, perkawinan dll.
  3. Orang yang membantu rumah tangga dan penetap.
Sementara itu jenis atau macam kekerasan yang dipaksa dalam pasal 5 UU no 23 tahun 2004 adalah
a.       Kekerasan fisik
b.      Kekerasan fsikis
c.       Kekerasan seksual, dan
d.      Penelantaran rumah tangga.
Hal ini sangat diperhatikan oleh hukum yang ditimbulkan dari penyalahan gender.

Gender dalam perspektif sosial

Gender dalam perspektif sosial dalam hal ini sangat berkaitan dengan seks yaitu jenis kelamin laki-laki dan perempuan, jadi peran dan tanggung jawabnya juga dibedakan.

 Iapun dalam analisis sosial terdoktrin bahwa seorang perempuan sebagai kodrat laki-laki. Sehingga akan meninmbulkan ketidak adilan gender dan beban bagi pemikiran otak seorang perempuan.

Gender dalam perspektif budaya

Banyak sekali permasalahan gender dalam perspektif budaya, sehingga dilihat merugikan dalam pandangan gender, diantaranya hal tersebut yang ditemukan :

  1. Perempuan dipandang hanya untuk menyiapkan masakan, merawat anak dan suami, yang intinya hanya diperbolehkan memperjuangkan pekerjaan rumah, hal ini menjadi budaya di kalangan masyarakat yang salah menganut kepercayaan gender.
  2. Peran gender yang salah diajarkan turun temurun dari orang tua ke anaknya yang sejak berusia muda telah diperlakukan berbeda meskipun terkadang tanpa disadari.
  3. Dalam masyarakat perempuan dari suku tertentu hanya bekerja menjadi pembantu rumah tangga.
  4. Dalam adat istiadat kedudukan harta lebih tinggi dari orang-orang tingkat menengah apalagi tingkat bawah, contoh dalam urusan proses mendapatkan pasangan hidup, seorang laki-laki harus mengeluarkan biaya yang bervariasi untuk mendapatkan seorang perempuan. Biasanya dikenal dengan sebutan mahar, di NTT dikenal dengan istilah belis (khusus Rote), sehingga tingkat yang berkedudukan lebih tinggi saja yang mampu mendapatkan seorang perempuan tersebut.
Gender dalam perspektif Politik

Berbicara politik tidak terlewatkan dengan masalah kedudukan kepeminpinan pemerintahan, gender dalam pandangan politik ini cendrung masyarakat memarjinalkan kepercayaan mereka kepada seorang perempuan dalam perpolitikan, perempuan dianggap sebagai pelemah dalam kepemerintahan.

Perempuan hanya terkadang dijadikan kepentingan (sebagai alat) dalam jalan politik seorang laki-laki. Sehingga menimbulkan kekerasan, pelecehan. Yang akhirnya pembuat kekacauan politik disebabkan oleh seorang perempuan padahal cara dari semua perjalan politik adalah politikus yang buta itu, buta akan sosial, buta pada kajian politik yang sebenarnya. (uha)

*Perspektif gender diatas diambil dari kesimpulan masing-masing pendapat peserta dalam kegiatan Follow Up MAPABA II 2015 yang diisi oleh sahabati Tri Agus Wulantari (directur KOPRI PMII Country Unitri.

Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar :

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com