Setiap akhir tahun pada
tanggal 22 Desember banyak orang mulai dari pemuda dan mahasiswa memperingati
semarak hari ibu, ada yang mengemasnya dengan Refleksi, membagikan bunga kepada
kaum ibu dan dosen perempuan, ada pula dengan orasi puisi untuk mengenang
perjuangan ibu untuk anak-anaknya dan peran dalam kehidupan keluarganya serta
berbagai kegiatan yang lainnya. Hampir disemua kampus, sekolah dan beberapa tempat di buat untuk mengenang
dan memperingati jatuhnya hari ibu yang serentak dan memang menjadi peryaan
secara nasional dan diresmikan oleh presiden soekarno dibawah dekrit presiden
no. 316 thn. 1953. Bertepatan dengan ulang tahun ke-25 kongres perempuan
indonesia 1928. (sumber http://wikipedia.org)
Peringatan hari ibu ini
tidak lain adalah merupakan perayaan semangat perempuan Indonesia dan untuk
meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Karna memang pada kurun waktu
itu 1928 Indonesia masih belum merdeka sehingga keadaan dulu dengan sekarang
sudah berbeda. Kalau dulu perempuan berjuang melawan kolonial hindia belanda
dan tentara nippon untuk mengusirnya dari bumi nusantara, sekarang sangat
berbeda dengan waktu pertama kali diadakannya kongres perempuan Indonesia pada
tanggal 22-25 Desember 1928 yang bertempat di sebuah gedung bernama Dalem
Jayadipuran yang kini merupakan kantor balai pelestarian sejarah dan nilai
tradisional di Jl. Brigjen Katamso, Yogyakarta. (sumber http://wikipedia.org)
Sejarah adalah kenangan
masa lalu, namun ditengah keadaan kekinian peran seorang ibu sangat diperlukan
mengingat kata perjuangan memang tidak pernah akan ada akhirnya. Memperbaiki
nasib sebagai seorang perempuan memang tidak mudah, namun dengan adanya momen inilah
perempuan Indonesia kembali merefleksikan diri untuk kemajuannya dalam
kehidupan ini. Di sisi lain refleksi hari Ibu adalah sebagai renungan bagi
segenap para pemuda dan pemudi dalam rangka menghormati perjuangan sang Ibu
yang telah berjuang dan merelakan hidupnya untuk membesarkan, mengasuh dan
melindungi keluarganya. Sungguh berat kiranya mulai dari awal kandungan sampai
mendidiknya menjadi seorang yang mempunya jati diri.
Pengorbanan seorang Ibu
dalam mendidik anaknya adalah suatu kemulyaan tersendiri yang tidak akan pernah
dapat tergantikan oleh suatu hal apapun dalam kehidupan ini, namun itulah
bentuk perjuangan yang nyata seiring menjalani kehidupan serta upaya dalam
melindungi keluarga, termasuk anak-anaknya sehingga peran, tanggung jawab dan perjuangan
itulah yang menjadi sangat berharga dan berbeda. Namun juga tidak dapat kita
elakkan adanya nasib kurang baik ditengah perjuangan yang dilakukan oleh
seorang Ibu, termasuk kisah Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang mengadu nasib untuk
mencari nafkah keluarga di negeri orang sering terdengar di media massa bahwa
maraknya pelecehan seksual terhadap kaum perempuan menjadi sangat banyak dan
sungguh ironis.
Kekerasan fisik yang di
alami para pekerja wanita oleh para majikannya turut memperburuk situasi dalam
momen bersejaran ini, sehingga hal diatas menyeret masalah menjadi keranah
Gender, tentang kesetaraan antara perempuan dengan laki-laki yang keduanya
sama-sama mempunyai hak dalam kehidupan ini yang artinya tidak condong sebelah.
Sehingga konsepsi penciptaan manusia ini sudah tergambar bahwa laki-laki dan
perempuan secara azas harkat dan martabat serta gendernya adalah sejajar.
Apapun yang terjadi
ditengah kondisi kehidupan ini, semoga dengan adanya momentum hari Ibu ini
dapat memberikan esensi dan spirit perjuangan yang melatarbelakanginya, dan
bukan hanya seremonial belaka secara tahunan yang berupa simbolik saja dan
terlebih lagi hanya memaknai domestiknya saja (kasur, dapur, sumur dan ngurus
anak).
0 komentar :
Posting Komentar